Rasa-rasanya,
aku ingin lari dari semua kenyataan ini.
Setiap
helaan nafas yang tertahan, gerak tubuh gelisah, dan desah yang menyiksa,
semuanya!
Semua itu
adalah bayangan hitam dengan ujung yang tajam,
Seolah
bayangan hitam itu mengkungkungku. Menahanku di tempat dengan kasar.
Kalau saja,
semua yang aku sayangi bisa aku pertahankan, aku akan jauh lebih baik.
Di saat
tangan halus itu datang dan melindungiku, aku merasa lebih dari sekedar bahagia.
Aku ingin
tetap seperti ini!
Kumohon, aku
menginginkannya bersamaku!
Tetapi, semua
telah berakhir Sehun-ssi...
Seandainya
mencintai itu lebih baik,
Aku
mencintaimu.
-Goo Jihyun-
Bila hanya
hartamu yang harus kauberikan untuk satu-satunya orang yang kaucintai, tidakkah
kauberikan?
Setiap
reaksiku dari resiko yang akan aku dapat, setiap denyut mengerikan, setiap pengorbanan.
Barisan
parimeter gelap yang selalu kutakuti semakin mendekat,
Tiap malam
aku gelisah memikirkannya!
Aku membenci
semua yang sudah kaulakukan dan yang kaukerjakan Jihyun-ah.
Tetapi,
sungguh! Berhenti dan tinggallah denganku!
Seandainya mencintai
itu lebih baik,
Aku
mencintaimu.
-Oh Sehun-
[Jihyun’s POV]
Tak ada apa-apa lagi! Tak ada apa-apa lagi!
Hanya seorang! Ya hanya seorang! Aku
meyakinkan diriku sekali lagi, selalu begitu di setiap malam selama hampir 2
tahun terakhir ini.
Musik
berdentam-dentam keras dari arah panggung di depan tirai yang menutupiku di
belakang panggung. Berkali-kali aku melirik jam dinding yang menggantung di
atas ambang pintu, 22.30. 10 menit lagi aku harus keluar ke panggung, selama
dua tahun ini, aku selalu mengutuki tiap malam pada pukul sepuluh ke atas
seperti ini. Aku benci dengan semua ini. Lalu tiba-tiba pintu kayu di sampingku
menjeblak dengan sangat keras –aku sudah bisa tahu siapa yang membuka pintu
itu, bosku. Pria berusia 40-an tahun itu menatapku dengan tajam dan sengit.
“Apa-apakan kau ini ha?!” teriaknya kencang-kencang sambil mengguncang kedua
bahuku yang tertutup baju lengan panjang. “Waeyo?” tanyaku takut kalau-kalau ia
akan menamparku seperti malam-malam yang kerap terjadi padaku, “Dasar bocah
tolol! Ganti pakaianmu!” rasanya, aku selalu ingin berontak dan menonjok orang
ini setiap ia bicara kasar padaku. “Dengar tidak?!” raungnya keras-keras supaya
aku mendengar jelas –karena suara musik sangat kencang di panggung. Aku
mengangguk kaku sambil menunduk memandangi lantai. “Hyunjung!!” teriak bosku
kearah pintu yang terbuka lebar. Seorang pria berbadan besar masuk sambil
membawakan sebuah pakaian bukan baju, hanya 2 lembar kain abu-abu tipis yang
transparan dengan panjang kira-kira masing-masing 1 meter saja. Aku mencelos
melihat kain itu, “Buka bajumu!” teriak bosku. “M...mwo..mwoya?!” mataku
melotot tak percaya pada perintah orang brengsek ini. “Cepat jalang!”
PLAK
Selalu begini setiap aku tak menuruti kemauannya. Dengan
tak sabar bosku sendiri yang melucuti pakaianku yang sangat tertutup sekarang
ini, aku tidak pernah suka harus seperti ini. “Aku...aku bisa sendiri Tuan,”
ucapku mulai gusar saat dia memelukku dari depan untuk melepas braku. Bukannya
melepaskanku, ia justru melumat ceruk leherku, “Uhh...andwae!! Lepas!!
Lepaskan!!” ia menghentikan lumatannya di leherku, kemudian melepas braku,
celana jeansku diturunkan dengan cepat, berikut dengan celana dalamku. Aku
merasa malu harus seperti ini, pria bernama Hyunjung menyeringai menatap tubuh
polosku yang aku coba tutupi dengan kedua tanganku. Bosku melambai pada
Hyunjung –meminta dua kain tipis tersebut.
“Turunkan tanganmu sayang,” ucapnya di samping telingaku, sedetik dengan
cepat aku membuat pertimbangan porsentase aku akan ditampar dengan betapa
mudahnya aku menurunkan kedua tanganku
yang menyilang di depan dada telanjangku. Akhirnya aku menuruti kemauannya,
dengan cepat dia melilitkan satu kain di dadaku, dan kain yang satunya lagi di
pinggulku, menutupi hanya seperempat paha atasku saja. Intinya, kain transparan
itu mengekspos tubuhku. Itu yang terjadi padaku selama dua tahun ini. Aku,
seorang striptease.
[Author’s POV]
Dua pria
itu menatap sebuah tempat dengan plang nama dengan huruf abjad berwarna hot pink. Viaduct Dance. “Kau akan terhibur di sini,” ucap seorang
pria yang menggunakan jas berwarna merah tua. Seorang pria yang satunya, yang
mengenakan mantel denim sepaha tampak tersenyum kecut melihat bar malam
tersebut. ‘Hah, mungkin aku harus mabuk dulu kalau ketempat seperti ini’ dengus
pria bermantel tersebut dalam hati. “Mau masuk kapan Sehun-ah?” tanya pria yang
satunya, pria bernama Sehun itu menoleh menatap pria di sampingnya yang usianya
terpaut 5 tahun lebih tua darinya. “Hm...hyung yang membawaku kesini, jadi
terserah kau sajalah,” pria berjas merah tersebut menyeringai senang. Mereka
berdua masuk ke dalam bar tersebut. Begitu sudah masuk ke lorong berpanel kayu
coklat di bar malam tersebut, musik yang memekakan telinga langsung menyambut
mereka. Pria yang dipanggil hyung oleh Sehun tersebut tersenyum lebar saat
Sehun mengernyit melihat pemandangan di depannya. Beberapa penari dengan
pakaian yang sangat minim tersebut meliuk-liuk di panggung, di depan
pengunjung, ataupun menggoda di pole
dance. “Ayo!” Sehun menurut saja saat salah satu teman kerjanya tersebut
menggeret dia duduk di sebuah sofa kosong di sudut kanan bar tersebut. “Mau
pesan minum?” tanya Jungshin –pria yang dipanggil hyung oleh Sehun-. Pria
berkulit putih tersebut mengangguk pada Jungshin, “Wine? Vodka? Martini? Whisky? Brandy? Beer? Atau jus?” tanya
Jungshin dengan nada yang aneh saat dia menanyakan jus. “Red Wine saja,” jawab Sehun sambil menyilangkan kakinya yang
panjang, pria berjas tersebut mengangguk lantas meninggalkan Sehun menuju bartender di belakang sofa mereka.
Sehun memijat pelipisnya yang terasa
berdenyut, seharian ini dia tidak bisa konsentrasi pada pekerjaan kantornya.
Usianya masih sangat muda. 22 tahun, Sehun pria muda yang sukses dalam bidang
perusahaan, memang baru 2 tahun Sehun mengurusi salah satu perusahaan ayahnya
di Seoul, tapi dalam waktu 2 tahun ini pulalah pria bermarga Oh tersebut mampu
mengembangkan perusahaan ayahnya tersebut. Berkat seluruh kerja keras dan
potensi putranya yang luar biasa dalam pekerjaan, ayah Sehun tak khawatir akan
kehidupan rumah tangga Sehun kelak. Akhirnya, ayah Sehun meminta Sehun untuk
menikahi seorang gadis yang jujur saja tak ia kenal. Namanya Jung Jessica,
ayahnya bilang dia putri kerabat dekat ayahnya. Sehun meminta waktu akan perihal
pernikahannya, pasalnya ia sendiri juga belum siap untuk menikah, ditambah lagi
dia tidak mencintai wanita bernama Jessica tersebut, kenal saja tidak. “Ini,”
Sehun mendongak menerima uluran gelas red
wine-nya. “Lepaskan penatmu disini bro,
hidup hanya sekali, jangan terlalu dibuat susah. Oke?” Sehun tersenyum miris
sambil menenggak segelas minuman kerasnya tersebut, Jungshin terkekeh bangga
pada ‘temannya’ tersebut, kemudian ia menuangkan cairan merah keunguan pekat ke
dalam gelas Sehun yang sudah kosong. ‘Jungshin benar, ha ha untuk apa
memikirkan pernikahan dengan gadis yang tak kukenal. Aku bisa mencari calon
istriku sendiri bukan? Menyebalkan.’ Gerutu Sehun sambil terus menenggak
minumannya tersebut. ‘Tolol’ ucap Jungshin dalam hati, ia menyeringai menatap
Sehun mulai mabuk dan lepas kendali. Sebenarnya, Jungshin tidak pernah menyukai
Sehun, ia selalu menganggap Sehun adalah saingannya. Entah saingan dalam urusan
pekerjaan, pacar, ataupun hal-hal sepele lainnya; seperti fashion misalnya. Jungshin sebenarnya pria yang mapan, dia wakil
direktur di perusahaan Sehun, ia ditempatkan di posisi yang tinggi tersebut
bukan hanya karena ia dan Sehun berteman lama, memang karena Jungshin berusaha
sendiri, tapi tetap saja, pria berkaca tanpa bingkai tersebut tidak pernah
mnyukai pria tampan di sampingnya tersebut yang sudah mabuk. Intinya, selamanya
ini Jungshin ingin menghancurkan kehidupan Sehun.
5 detik
kemudian, musik yang awalnya berdentam-dentam keras memekakkan telinga tersebut
mulai mereda seiring dengan redupnya lampu disko yang tadi berpendar-pendar
meriah. Alunan musik yang lebih lembut kali ini mengalun, musik menjadi lebih
berat an lebih sexy ketimbang yang
tadi. Sehun menatap atas panggung dengan cukup jelas saat melihat gerakan
meliuk yang sangat sensual. Jungshin menyeringai puas melihat artis bar malam
ini tampil. Cahaya bar sekarang sangat temaram, lighting-nya menjadi warna hot
pink sexy. “Hmm...dia yang terhebat,” bisik Jungshin mulai menggoda Sehun.
Sehunpun meletakkan gelasnya di meja dan menajamkan penglihatan. Gadis itu
terlihat seperti telanjang bulat, sebagai lelaki normal pasti Sehun tergoda.
Jungshin memberi kode pada seseorang di sudut ruangan kemudian berbisik pelan
pada Sehun. “Kau bisa menyewanya Sehun-ah, khusus untukmu, kau akan mendapat
diskon malam ini,” Sehun meneguk liurnya saat melihat gadis dengan baju
transparan tersebut bergerak semakin menggairahkan di atas panggung, mengikuti
irama lagu yang sangat sexy. “Dia
artis bar ini Sehun-ah,” desak Jungshin semakin semangat saat melihat keringat
menuruni pelipis Sehun. “Kau...tertarik padanya? Cobalah! Kau tidak akan
menyesal...” Sehun menatap orang yang sudah dianggapnya kakak tersebut, ia
sedikit ragu, tapi saat melihat Jungshin tersenyum sambil menangguk yakin, ada
sedikit rasa penasaran juga di benak Sehun yang awalnya ragu untuk melihat striptease dance macam begini. Artis bar
tersebut berjalan sambil meliuk-liuk menggoda ke arah Sehun dan Jungshin
setelah mellihat kode dari bosnya, rambutnya yang tergerai lembut sepunggung
dan tampak acak-acakan membuat semua laki-laki di bar tersebut semakin
blingsatan menahan nafsu, hanya saja, mereka tak mampu untuk menyewa artis bar
tersebut walau hanya satu jam saja. Harganya yang paling mahal dari
penari-penari telanjang di bar malam tersebut. Sehun semakin jelas melihat
gadis tersebut, lekuk tubuhnya yang sempurna terekspos begitu saja karena
pakaian transparannya. Getaran aneh terasa menjalar di tubuh Sehun saat
memandangi wajah gadis cantik di depannya tersebut, dia terlihat lebih cocok
menjadi wanita manis yang duduk di rumah ketimbang harus bergoyang menggoda
setiap kaum adam di tempat seperti ini. Sehun terpesona, sempurna terpesona
akan sosok gadis tersebut, seluruh sendi, otot, dan raga jiwanya seolah
meenjerit meminta Sehun untuk membawanya pergi dari tempat iru, hanya saja pria
itu sedang dalam taraf mabuk. Pikiran Sehun semakin kacau balau karena gadis
itu terus merayunya tanpa ampun. Dadanya tampak menggoda mata Sehun yang sudah
cukup mabuk, gadis itu membungkuk di depan Sehun dengan gerakan sensual membuat
laki-laki yang melihatnya langsung berteriak-teriak tak tahan. Jari-jemarinya
yang lentik mengusap dada Sehun yang berada di balik mantel denimnya, membuka
kancing atas mantel tersebut lalu menarik dasi yang terpsang rapih di leher
pria tersebut. Jakun Sehun bergerak-gerak melihat sesuatu yang sangat menggoda.
Cuping hidungnya mengembang dan mengempis dengan cepat saat ia mencium bau yang
sangat enak seperti bau lavender,lilac,madu,dan
entah apa lagi. Otaknya tak mampu lagi untuk berpikir secara waras, kemudian tanpa
babibu dan tedeng aling-aling, Sehun
langsung mencium bibir penari tersebut, melumat bibir ranumnya serakus dan
sekasar mungkin. Jungshin tersenyum lebar dan puas melihat Sehun sudah masuk
perangkapnya. Tangan penari sexy
tersebut mencengkram kuat-kuat bahu Sehun, ia seolah meminta dilepaskan dari
ciuman tersebut, namun Sehun mengartikan lain cengkraman tersebut. Ia langsung
berdiri dan mendekap tubuh penari tersebut. Gadis itu meronta, Sehun tak peduli.
Sorakan laki-laki lain menggema semakin dahsyat saat tangan kiri Sehun meremas
pantat gadis tersebut yang sedikit terlihat –karena saking tipisnya kain penutup
yang ia kenakan. Jihyun –penari striptease
tersebut meronta makin kencang dan mendorong-dorong bahu kokoh Sehun. Tidak!
Jihyun tidak ingin yang seperti ini!
Sehun
membanting tubuh Jihyun ke atas ranjang king
size di sebuah kamar di bar malam tersebut. Mulutnya mengulum bibir Jihyun
tanpa ampun, walaupun Jihyun tak mau membuka mulutnya untuk dilumat
habis-habisan oleh salah satu pria brengsek ini. Sehun mulai tak sabar,
tubuhnya memanas. Tangannya menyentakkan kain yang menutupi dada gadis manis
tersebut. “AAAAAAA!!!” Teriak Jihyun sekencang mungkin, walaupun tidak akan
mungkin terdengar walaupun hanya di depan pintu kamar tersebut –kamar tersebut
sudah dipasangi peredam suara. Sehun mengulum dadanya dan meremasnya dengan
tidak sabaran, ia sudah berada dalam nafsunya. Jihyun mendorong tubuh Sehun
untuk menjauh, ia mulai terisak. “Hentikannh!!
Hiks...kumoh..hoonhh..nnhh..entikaannhh...hiks...ahh..” Sehun tak mengiharaukan
ucapan gadis itu, ia menganggap ucapannya sebagai desahan yang semuanya
menggoda diri Sehun yang tengah ‘dibakar’ hawa nafsu. Jihyun meronta tak
karuan, ia tidak mau seperti ini! Ia memang seorang striptease dan ia pernah dibawa ke dalam kamar oleh pria-pria bejat
lainnya, tapi mereka tidak akan pernah bisa sampai menjamah tubuhnya seperi
Sehun sekarang, mereka akan jatuh tertidur hanya saat Jihyun berciuman
dengannya. Itu karena, Jihyun selalu memberi mereka minuman yang sudah ia
campuri dengan obat tidur, selanjutnya, Jihyun hanya akan meringkuk di samping
tubuh pria tersebut sampai pagi dan pergi saat pria bejat itu bangun. Walaupun
ia seorang pekerja nista, tapi dia masih suci, Jihyun masih perawan walaupun
sudah 2 tahun dia bekerja seperti ini.
[Sehun’s POV]
“Hentikan!
Hentikan!! Kumohon! Hiks...sudahhh!!” gadis ini meraung-raung tak karuan minta
dilepaskan saat aku menciuminya. Menyebalkan sekali dia ini. Ciumanku terus
turun sampai perut datarnya yang sangat langsing, bibirku menyapu permukaan
kulitnya yang sangat halus. “Cukuuphh!! Aahhh hentikkaannhh!! Hikss..” tangannya menjambak-jambak rambut dengan
sangat kencang seolah tak terima aku ‘sentuh’, aku kesal juga pada ulahnya. Dia
seorang penari bar malam bukan? Kenapa harus menolak ditiduri?! Merasa jengkel
pada dia akupun menyentakkan kedua tangannya yang di kepalaku dan tanpa pikir
panjang aku menampar gadis itu begitu saja. Tangisnya tidak bertambah, ia hanya
memegangi pipi kirinya yang memerah karena aku menamparnya. Aku bingung
padanya. Tubuhnya bergetar seiring dengan senggukannya, gadis ini sangat
cantik, benar-benar cantik. Ia membuang pandangannya ke samping dan menutup
matanya, walaupun aku mabuk tapi aku masih sempat berpikir rasional, aku merasa
kasihan padanya, akhirnya aku bangkit dari ats tubuhnya dan duduk di tepi
ranjang memandangi mantel, jas, dan waistcoats jasku yang tadi aku buang begitu saja kelantai.
Aku menoleh menatap tubuh gadis di sampingku yang acak-acakan, perlahan akupun
menghele nafas. Ia memiringkan tubuhnya dan mendekapnya dengan masih
sesenggukkan, sebenarnya aku bingung padanya, kenapa dia harus menangis seperti
ini? Diakan striptease profesional.
Lama aku hanya menatap tubuhnya, sekitar 30 detik kemudian, gadis itu bergerak
duduk sambil menunduk dan meraih kain tipis yang tadi aku sentakkan dari
dadanya. Ada banyak bercak keunguan di leher, bahu dan dada gadis ini, aku jadi
berpikir semua noda itu akan terlihat dengan jelas bahkan sampai 2 atau 3 hari
lamanya. Tanganku terulur ingin membantunya mengenakan kain tipis pembungkus
dada tersebut, tapi dengan cepat ia menepis tanganku. “Tidak usah!” ucapnya
pelan namun ketus. Aku menatap pipinya yang memerah sebab aku tampar tadi, aku
merasa bersalah padanya, seumur hidupku baru kali ini aku menampar seorang
wanita. Kami diam selama rasanya hampir ada 1 menit yang terasa sangat lama,
“Maaf,” bisikku. Gadis itu tidak mendongak untuk menatapku. Hatiku sedikit
melengos karena dia mengacuhkanku. “Aku tidak bermaksud untuk menamparmu,
sungguh” ia masih dia tertunduk kemudian menarik selimut satin tipis di bawah
tubuhnya untuk menyelimuti tubuhnya. “Aku hanya bingung padamu,” ucapku cepat
sambil tetap menatapnya, ia mendongak menatapku dengan muka sembab. “Apanya?”
tanyanya sedikit sakartis. “Ha! Aku tahu, diotakmu itu kau pasti berpikiran
bahwa aku wanita murahan yang sok suci. Iya kan?” mata bulatnya yang berwarna
hitam menatapku tajam dan benci. “Aku memang seorang striptease Tuan, tapi bukan berarti aku mau ditiduri oleh pria
brengsek seperti kalian!” gadis itu berdiri dan berjalan menuju pintu dengan
kunci yang masih menggantung, aku meraih bahunya tapi ia mengentakkan bahunya
dengan kasar. “JANGAN MENYENTUHKU BRENGSEK!” Raungnya keras. “A..Aku minta
maaf, aku tidak berpikiran begitu padamu Nona, sungguh. Biar kuantar kau
pulang, ne?” ia tersenyum merendahkan padaku. “Tidak perlu bersikap manis
padaku! Akutidak butuh bantuanmu,” desisnya sebelum akhirnya ia menyentakkan
kunci dua kali dan pergi dari dalam kamar. “Aaarrgghh!!” teriakku frustrasi,
kepalu rasanya semakin pusing dan berdenyut-denyut kencang. Aku ketempat
seperti ini untuk meredakan pikiranku yang sedang kacau, tapi kenapa kesini
justru membuatku semakin stres?! Aku hanya bisa merutuki kebodohanku. Aku
mengambil ponsel yang berada di saku mantelku, menguhubungi nomer seseorang
yang sangat aku percayai, “Ambilkan uangku! Sepuluh juta won!” belum sempat
yang di seberang menjawab perintahku aku sudah menutup telefon tersebut,
kemudian membanting ponsel tersebut sampai remuk. Gadis itu mengusik pikiranku,
dia gadis baik-baik, aku yakin itu.
[Author’s POV]
Jihyun
terus lari secepat ia bisa, kakiknya sudah terasa sakit gara-gara lari terus-menerus.
Dia sudah beberapa kali tersungkur di aspal yang lembab karena air hujan,
membuat kedua lututnya harus berdarah. Nafasnya memburu ketakutan, matanya
jelalatan mencari sosok-sosok laki-laki yang tengah mengejarnya tersebut.
“HOI!!!” Kepalanya menoleh kebelakang dengan kaki yang terus mengayun berlari,
ia tidak mungkin melepaskan selimut satin yang membungkus tubuhnya tersebut,
tapi hal itu menyulitkan larinya. “BRENGSEK! KEMBALI KAU JALANG!!” Teriak
mereka ber-2 semakin geram, mereka berlari kira-kira 50 meter di belakang
Jihyun.
“SHIREO!!
SHIREO! AKU TIDAK MAU!! LEPASKAN!! AAAAA!!!”
PLAK PLAK PLAAK
Jihyun tidak menangis saat mereka tampar, ia sudah
terbiasa dengan tamparan. Itu semua baginya merupakan makanan sehari-hari gadis
berusia 19 tahun tersebut. Jihyun memberontak dari kursi, tapi tubuhnya diikat
dengan kuat oleh mereka ber-2. Bosnya duduk dengan congkak di atas meja
kantornya sambil menatap Jihyun sengit, tamunya –Sehun, yang tadi memesan
Jihyun keluar dari kamar dengan muka kusut hanya 10 menit setelah mereka berdua
masuk kesana, bosnya dengan mudah bisa mengartikan hal tersebut; Jihyun kabur.
Tentu pikiran tersebut benar, sudah sejak lama Jihyun ingin kabur dari tempat
laknat ini, tapi dia selalu tidak berhasil, dan selalu berakhir dengan siksaan
semalam penuh pada tubuhnya dengan hasil memar-memar yang menyakitkan. “Kau
benar-benar tidak tahu diuntung ya? DASAR PELACUR!” Teriak bosnya sambil
melempar gelasnya yang berisi vodka hingga membentur bahu Jihyun yang terbuka,
gelas tersebut berderak membuat bahu gadis itu nyeri. “KAU BISA MENGHILANGKAN
UANGKU TOLOL!” Pria berumur tersebut meloncat dari kursi kemudian menghantamkan
kepalan tangannya ke muka Jihyun.
BUUUGGHH
“APA MAUMU HA?!”
BUUGGHH..
“DASAR PELACUR!!”
BUUGGHHH....
Selesai menempeleng muka Jihyun hingga berdarah-darah,
bos tersebut menenggak vodkanya
langsung dari botol. Kali ini, Jihyun tidak mampu untuk membendung air matanya
lagi, dia tidak hanya kesakit an secara fisik, Jihyun juga kesakitan secara
psikis. Di saat gadis-gadis sebayanya sedang bersenang-senang masuk kuliah, ia
harus berhenti sampai SMA, saat gadis-gadis sebayanya sedang berbunga-bunga
memiliki kekasih, ia justru harus menjadi penari hina, di saat orang lain masih
memiliki keluarga dan menyayangi mereka, gadis malang ini justru dijual oleh
orang tuanya! “Apa itu yang selalu kau lakukan?” tanya bos tersebut dingin,
Jihyun menunduk tak mau mendongak, tiba-tiba tangan seseorang menjambak
rambutnya dengan kasar sehingga membuatnya mendongak terpaksa, “AAA AAA...Appoo
aaaa..hiks lepass..appoo hh..hiks” Jihyun menutup matanya merasakan sakitnya,
“JAWAB!!”
PLAAAKK
Sekali lagi, tangan bosnya tersebut melayang pada sudut
bibir Jihyun yang sudah pecah karena dihajar olehnya. Nafasnya memburu saking
sengitnya, ia tidak bisa bersabar lagi kalau sudah berurusan dengan uang. Tidak
peduli Jihyun sampai berdarah-darah seperti ini. Jihyun mengepalkan tangannya
yang diikat dibelakang sandaran kursi saat merasakan jambakan di rambutnya yang
makin kusut semakin kencang, ‘Bunuh aku! Bunuh aku! Bunuh aku! BUNUH AKU!!!!’
jerit Jihyun dalam hati. Ia tidak tahan dengan semua ini!!
BRAAK
Tiba-tiba pintu kayu di belakang Jihyun terbuka dengan
sangat kasar, mata bos Jihyun melotot melihat siapa yang datang. Sehun. Ia
datang membawa sebuah koper di tangan. 2
centeng bos Sehun merangsek maju saat Sehun menatap mereka dengan kilat yang
dingin, matanya yang tajam menatap bos tersebut. “Ti..ti..tidak tidak! Biarkan
Tu..Tuan Oh masuk!” ucap bos tersebut sedikit gugup, tangannya menyingkirkan
botol-botol vodka di atas mejanya. Sehun mengentakkan badan 2 bodyguard tersebut, ia menatap Jihyun
yang tertunduk terikat di atas kursi kayu di tengah ruangan kecil tersebut. Ia
tersentak melihat darah menetas ke pangkuan gadis itu, setengah detik kemudian
ia menatap bos Jihyun yang sudah duduk di belakang mejanya. “Apa yang kau
lakukan padanya ha?!” bos bertubuh gemuk itu sedikit beringsut saat melihat
‘Tamu Terhormatnya’ – Sehun adalah orang kelima yang berani menyewa Jihyun ke
dalam kamar, itu menandakan kalau Sehun mempunyai uang banyak- mengamuk dan
menggebrak mejanya. “Eee.. ee ti..tidak, saya..saya hanya...memberinya sedikit
pelajaran saja he he,” ucapnya kikuk sambil menatap takut-takut Sehun yang
berdiri menjulang di depannya. Sehun mentap pria itu dengan penuh kebencian, ia
melempar koper hitamnya keatas meja tersebut, pria gemuk itu menatap Sehun
bingung namun dengan sumringah. “Aku akan membeli gadis itu,” tukas Sehun
dingin dan to the point. Bos tersebut
tertawa keras mendengar ucapan pria muda di hadapannya tersebut, “Apa? Membeli
dia? Tuan Oh, jangan bercanda” Sehun mengertakkan giginya semakin geram melihat
bos tersebut berpura-pura, ia meraih kudua ujung kunci koper tersebut dan
langsung menyentakkan bagian atasnya. Uang. Bos tersebut melongo tak percaya.
“Sepuluh juta won,” mendengar itu Jihyun melirik pria bermantel denim tersebut.
Ia tak percaya, “Kurang?” lanjut Sehun menantang, ia mengeluarkan dompet
hitamnya dari dalam saku celana, mengorek isinya dengan cepat dan mengeluarkan
tumpuk uang. “Tiga belas juta won,” ucapnya lagi. Jihyun menatap punggung pria
tersebut dengan nanar, matanya terasa perih. Dia memang ingin kabur dari tempat
ini, tapi bukan untuk dibeli seperti ini, bukankah kalau dengan dibeli seperti
ini ia justru akan menjadi budak orang yang membelinya? Kenapa hidup tak adil?!
Tangan bos tersebut meraba-raba permukaan uang dalam koper tersebut, meraih
beberapa tumpuk untuk memastikan bahwa uang itu asli. Dan memang uang itu asli
semua, ia menatap Sehun dengan muka topengnya, “Ah...Tuan Oh, aku dulu membeli
gadis itu sangat mahal...” Sehun menggeram semakin ‘panas’ pada orang di
depannya ini, ia membuka sebagian kancing mantel denimnya, kemudian merogoh
saku jas bagian dalamnya, mengeluarkan sebuah buku persegi panjang, Check Book. “Tulis berapa yang kau mau!”
geram Sehun dengan rahang terkatup rapat menahan amarah. Jihyun menatap
darahnya yang mengalir di sela-sela pahanya yang terkatup, ia memikirkan apa
yang akan terjadi setelah ia dibawa pulang oleh pria yang ia tahu bernama Oh
tersebut. Apa akan semakin menderitakah hidupnya? Pikirannya memberat, semakin
lama pandangannya mengabur, pendengarannya menipis, sebelum kesadarannya
sepenuhnya menghilang Jihyun sempat merasakan ikatan di tubuhnya dilepas dan
sepasang lengan yang hangat mendekapnya. ‘Semuanya...sudah berakhir,’ desah
Jihyun dalam hati, kemudian ia merasakan tubuhnya menjadi sangat ringan.
Tubuhnya terbang dan membentur-bentur permukaan awan perak yang sangat lembut,
ia menyukai sensasinya saat menyentuh permukaan awan tersebut. Di tempat itu
sangat menyenangkan, semuanya terasa sangat mudah dan sangat ringan, tidak ada
pukulan, makian, hinaan, dan Jihyun sangat bahagia berada di tempat itu.
Segalanya penuh warna dan halus sekali permukaannya, ia menyentuh segala
sesuatu yang ada di tempat itu, batu hitam yang berdiri kokoh dengan air segar
yang mengalir, pohon-pohon kayu yang sangat besar, dan tungku perapian yang
sangat hangat dengan cerobong asap yang entah kemana membawa asap perapian itu
pergi padahal di atas semua yang ada di tempat menyenangkan itu adalah langit
biru cerah yang membentang luas dengan garis-garis tipis dari awan. Jihyun
hanyut dalam ‘dunia’ baru tersebut, dunia yang penuh kedamaian dan menjanjikan
ketenangan. Matanya yang bulat hitam memandang langit luas, sedangkan tubuhnya
yang seringan bulu mengayunkan sebuah ayunan kayu di tepi danau yang penuh
teratai. Jihyun tertawa senang saat melihat kupu-kupu dengan sayap transparan
–yang walau aneh tetap mengagumkan untuk Jihyun- terbang mendekatinya, tetapi
saat ia tertawa pelan, wajahnya tiba-tiba merasakan nyeri yang luar biasa.
Jihyun memandangi wajahnya pada permukaan air danau yang diam dengan ekspresi
tak suka, ia tak suka merasakan sakit, ia benci rasa itu. Saat ia merasakan
sakit, ia seolah terkekang, Jihyun ingin bebas! Sebebas kupu-kupu aneh tadi.
Tiba-tiba Jihyun mendengar suara gagang pintu yang terbuka, ia mengernyit
bingung. Di ‘dunia’ itu tak ada pintu satupun, tapi kenapa Jihyun bisa
mendengar suara gagang pintu terbuka? Kenapa ‘dunia’nya menjadi aneh seperti
ini? Ada apa?.
“Eo...dia
belum bangun Tuan Muda,” ucap seorang pria paruh baya dengan pakaian jas hitam
yang sangat rapih. Orang yang dipanggil Tuan Muda itu hanya terdiam memandangi
wajah teduh seorang gadis cantik yang penuh memar sambil mengusap pelan surai
rambut coklatnya yang tergerai di atas bantal. “Tuan Kim,” ucap Sehun pada butler kepercayaannya tersebut. “Ya Tuan
Muda?” jawabnya pelan. “Telfonlah menejer Park! Aku ingin cuti selama seminggu
ini,” ucap Sehun tanpa mau mengalihkan pandangannya dari wajah gadis yang masih
tertidur pulas tersebut. “Baiklah Tuan Muda,” jawab butler Kim Dongjin dengan patuhnya. Ia membungkuk meminta ijin
dahulu sebelum akhirnya dia berjalan tanpa suara ke pintu kamar, menutup pintu
berengsel mahal tersebut dengan bunyi yang sangat halus. Sepeninggal butler-nya tersebut, Sehun menghela
nafas panjang, ia beranjak dari ranjang king
size di kamar tersebut, lalu menyibakkan tirai tebal merah marun yang
membungkus tirai gold di baliknya.
Sehun berdiri memandangi kolam renang di bawah kamar tersebut, sinar matahari
yang menerobos masuk ke kamar tersebut memantul di karpet tebal yang membentang
seluas kamar mewah tersebut. Pria berambut coklat madu tersebut berbalik menuju
ranjang dimana ada gadis yang semalam ia khawatirkan, ia tidur dengan sangat
pulas. Sehun tersenyum melihat wajah lelah tersebut, pikirannya melayang pada
kejadian semalam. Ia sedikit geram mengingat betapa banyaknya jumlah uang yang
diminta oleh bos gadis ini, ₩50.000.000 (dalam rupiah kira-kira 400.000.000
rupiah). Itu memang tidak terlalu berarti bagi Sehun yang konglomerat, tetapi
50 juta won diberikan hanya untuk orang brengsek seperti dia! Setidaknya, dia
benar-benar mendapatkan gadis ini. Dia ingin membebaskan gadis jelita itu dari
kungkungan bayangan yang sangat menjijikan. Sehun...sudah jatuh cinta padanya.
[Jihyun’s POV]
Rasanya,
sejak tadi ada yang mengusap-usap kepalaku terus menerus. Usapannya memang
sangat lembut, tapi usapannya seolah menyeretku menjauh dari ‘dunia’ baruku
yang sangat indah itu. Aku ingin berontak tapi tubuhku tidak bisa bergerak.
Rasanya sakit sekali, wajahku terasa sangat sakit, bahuku nyeri, dan kedua
lutut kakiku kebas. “Nngh..” seolah seluruh kesadaranku mengumpul di setiap
persendianku, aku melenguh tertahan –karena sensasi sakit di sekujur tubuh.
Tangan yang tadi mengusap-usapku menghilang, tubuhku terasa sangat hangat
rasanya karena ada sinar matahari yang mengenaiku. Aku menggeliat pelan dan
mencoba membuka mata walau masih sangat mengantuk, rasa nyeri menyergapku.
“Aw..” desisku pelan saat lututku bergesekan dengan selimut tebal yang membungkusku.
“Tidak perlu bergerak-gerak begitu!” ucap sebuah suara, suara yang tak begitu
familier –walaupun sepertinya aku pernah mendengarnya- namun suara itu sangat
lembut, bagai beledu. Aku mencoba mengerjap-erjapkan mataku yang berat, dua
detik kemudian aku mampu melihat seorang pria berpakaian kaos hitam lengan
panjang yang ditarik mendekati siku. Aku terkesiap kaget saat mengingat pria
itu, dia yang mencoba memperkosaku malam lalu. “Kau,” ucapku pelan bahkan lebih
cocok sebagai bisikan –sudut bibirku terlalu sakit untuk bergerak mengatakan
sesuatu dengan tajam dan ketus- saking pelannya aku sampai khawatir kalau orang
di depanku ini tidak bisa mendengarnya. Ia hanya tersenyum membaca gerak
bibirku, “Tidurmu pulas sekali,” ujarnya menatap jam tangan hitam yang melilit
pergelangan tangan kanannya. Seketika merasa tersadar aku berada satu ruangan
dengan pri yang sudah membeliku ini, rasa takut perlahan merayapiku. Aku akan
menjadi budaknya. Budak apa? Akupun juga tidak tahu, yang paling parah harus
menjadi budak sex-nya. Tidak! Aku
langsung bergerak bangun dengan cepat, menyebabkan ranjang dari besi tempa ini
berguncang. Pria berambut hampir mirip denganku itu menatapku dengan pandangan
heran, aku tidak peduli. Kakiku terasa sakit saat melakukan gerakan spontan tersebut,
padahal seharusnya gerak kaki dipengaruhi otot sadar. ”Menjauh dariku!” ucapku
mulai dingin, ia justru mengernyit padaku. “Tidak apa-apa, kau ada di rumahku,”
ucapnya, sebelah tangannya terulur hendak meraih lenganku, sontak bermodal
keberanian aku menepisnya dengan keras. “JANGAN PERNAH MENYENTUHKU LAGI!!” Aku
tidak perduli lagi pada rasa sakit yang merojok-rojok wajahku ketika aku
berteriak kencang di depan mukanya. Nafasku menderu karena amarah, mataku
jelalatan meraih selimut beludru di pahaku, tapi gerakanku terhenti saat
melihat ada yang aneh pada tubuhku. Lenganku tertutup sesuatu yang kepanjangan.
Aku menatap tubuh bagian atasku, sudah berpakaian kemeja putih kebesaran.
Mataku langsung melotot menatap laki-laki ‘kurang ajar’ di depanku ini. Ia
menautkan kedua alisnya menatapku bingung, tapi sedetik kemudian justru
terkekeh pelan dengan mata menyipit menatapku. Aku jengkel melihatnya.
“KEMBALIKAN BAJUKU!!” pria ini justru semakin mengeraskan kekehannya, aku
meraih bantal di balik tubuhku kemudian melemparkannya pada orang menyebalkan
tersebut. “Kau...meminta bajumu?” tanyanya masih dengan tertawa, aku tersadar.
Aku tidak memiliki ‘baju’ saat dibeli olehnya. Aku menggigit bibir bawahku
perlahan sambil menunduk meremas kemeja yang pastinya milik pria muda tersebut.
Sekarang aku baru merasakan efek nyeri di seluruh wajahku setelah berteriak
kencang-kencang pada orang di depanku. Tawanya terhenti seperempat menit
kemudian, walau masih terkadang terkekeh. “Tenanglah! Pelayan di rumah ini yang
mengganti bajumu, aku belum punya baju perempuan, jadinya...aku meminta pelayan
untuk memakaikanmu kemeja milikku,” ucap pria itu dengan lembut. Aku mendongak
kecil menatapnya tapi kemudian mengalihkan pandanganku ke selimut. Aku bisa
merasakan matanya yang sangat teduh menatapku dalam diam, suasana menjadi
hening, entah mengapa aku menjadi merasa canggung pada pria yang aku akui
memang tampan. Tiba-tiba, sesuatu yang sangat membuatku malu dan sangat aku
rutuki memecah tawanya lagi. Perutku sudah berteriak meminta haknya.
[Author’s POV]
Sehun
meninggalkan Jihyun di dalam kamar sendirian, ia turun ke lantai dasar
mengambil makanan untuk gadis itu. Dan selama Sehun pergi, Jihyun mendumel tak
jelas memaki perutnya yang memang belum ia isi sejak kemarin siang, jadi ya
pantas saja pencernaannya tersebut sudah berontak tak karuan, membuat tuannya
malu. ‘Merusak suasana saja’ dengus Jihyu n dalam hati. Sekarang dia merasa
harus ke kamar mandi, akhirnya ia bangun dari ranjang. “Kamarnya besar sekali,”
gumam Jihyun sambil menatap sekeliling kamar. Ia takjub pada kamar berdominasi
warna marun dan gold tersebut,
terkesan sangat glamour dan berkelas
tinggi. Kamar tersebut jauh berbeda dengan kamar asramanya di bar malam yang
mulai sekarang tak akan lagi ia datangi, kamarnya yang dulu hanya seukuran 8x8
meter saja, dengan sebuah ranjang kecil, dispenser, heater dan AC yang sudah
bermasalah, lemari kecil, dan sebuah kamar mandi. Tidak ada televisi, almari
kaca, sofa, komputer, jendela lebar, meja rias, dan tetek bengek lainnya yang
sekarang ia lihat ada di dalam kamar yang luasnya mungkin 3 kali lipat dari
kamar lusuhnya dulu. Mata bulat Jihyun menyapu atap plafon kamar tersebut,
dengan warna gold yang lembut, kamar
tersebut dipasangi beberapa lampu , dindingnya berpanel kayu dengan serat-serat
halus dan menyenangkan saat kalian sentuh. ‘Jadi dia sangat kaya raya,’ hela
Jihyun dalam hati, gadis itu memang sudah menyangka pria yang membelinya
pastilah orang yang sangat kaya raya, pasalnya, mantan bosnya yang keparat itu
pernah mengatakan bahwa ia adalah striptease
yang termahal. Tapi, semalam saat kesadarannya berada di ambang batas Jihyun
tak lagi mampu menangkap percakapan mereka tentang harga dirinya. Ia sendiri
tak habis pikir untuk apa pria kaya dan tampan seperti dia mau untuk membelinya
yang notaben ia berpikir bahwa ia adalah wanita yang sudah ‘kotor’. “Haaahh..membuatku
pusing saja,” keluhnya lantas ia berjalan menuju sebuah pintu di sudut ruangan
tersebut dengan tulisan “Bathroom” . Pelan Jihyun mendorong pintu tersebut,
‘Pasti engselnya sangat mahal’ decaknya dalam hati, terbesit rasa kagum pada
pemilik rumah ini, karena ternyata seluruh ichi rumah ini terbuat dari sesuatu
yang mahal. Begitu ia sempurna masuk ke dalam kamar mandi, Jihyun langsung
terpana takjub pada isi kamar mandi tersebut, dengan lantai marmer berwarna
coklat pastel, dinding serupa yang terlihat lembut di mata, 2 lampu kristal
cantik menggantung di tengah-tengah kamar mandi tersebut. Jihyun melangkah
dengan pandangan takjub pada super
istimewa tersebut, gadis itu sedikit tak percaya melihat seluruh isi ruangan
yang sebenarnya hanya untuk mandi dan buang air saja tersebut. Kamar mandi
dengan konsep yang hampir sama dengan kamarnya tersebut memiliki fasilitas
layaknya kamar hotel! Ada sebuah kursi dengan satu buah meja di tengah kamar
mandi yang di alasi karpet beludru abu-abu, di sudut ia melihat bath up dengan tirai pastel, dua buah
konter cermin dengan keran wastafel berbentuk angsa emas. ‘Unik’ pikirnya saat
ia menatap sekeliling. Jihyun akhirnya memutuskan untuk mandi, badannya terasa
sangat lengket. Ia melepas kemeja pria tadi dan meletakkannya di kursi lantas
berjalan menuju bath up disana dan
kemudian menutup tirainya sambil mengisi air di bak berendam tersebut.
Sehun
sudah memanggil-manggil Jihyun tadi, tapi kemudian ia hanya duduk dan
meletakkan meja kecil dengan nampan berisi sarapan, segelas susu, dan satu buah
apel merah di atas kasur yang tadi ditiduri Jihyun. Pria tampan itu menunggu
dengan sabar saat menyadari jika gadis itu tengah mandi. Ia tersenyum-senyum
sejak 10 menit lalu ketika mengingat wajah gadis itu, Sehun menekan dada
sebelah kirinya. Ia tahu jantungnya berdentam semakin kencang saat ia
berdekatan dengan gadis yang belum ia ketahui asal-usulnya tersebut, dadanya
terasa ngilu seolah orientasi kehidupannya tersebut menggesek-gesek rusuknya
dengan sangat kuat –seperti putaran baling-baling helikopter. Sehun menoleh
cepat saat mendengar pintu kamar mandi terbuka, matanya langsung melihat
sesuatu yang membuatnya mampu ‘mabuk’ lagi. Jihyun dengan santainya tetap
mengenakan kemeja Sehun yang kedodoran mencapai setengah pahanya, dengan handuk
putih yang tengah ia gosokkan pada rambutnya yang basah. Gadis itu kaget
melihat pria tersebut sudah di kamar dan sedang menatapnya yang sekarang tengah
semi telanjang –ia tak mengenakan pakaian dalam. “K...Kau...su...sudah di
sin..ni?!” tanya Jihyun terbata, ia gugup. Satu hal yang Jihyun tak mengerti
saat mereka saling menatap, ia merasakan aliran yang kebih kuat menyusupi
relung hatinya, gadis itu tak tahu artinya namun ia menyukai sensasi aliran
tersebut. Seolah ia terseret makin jauh dalam pusaran yang membuatnya betah
menatap pria itu. “Aku sudah membawakan sarapanmu,” jawab Sehun dengan senyum
yang hangat, mata gadis itu mengikuti gerak tangan Sehun yang melambai ke
ranjang, dan ia menemukan makanan di sana. Jihyun hanya mengangguk
menanggapinya. Luar biasa! Betapa besarnya efek yang diberikan Jihyun kepada
Sehun, pria itu semakin tidak bisa menahan perasaannya lagi. Ia tahu bahwa
Jihyun tidak tahu apa yang ia rasakan, namun sebaliknya juga begitu, Sehun tak
tahu apa yang Jihyun ketahui tentang perasaannya.
Jihyun
meletakkan sendoknya ketika telinganya mendengar pintu kamarnya terbuka,
mulutnya mengunyah pelan daging ayam yang baru saja masuk. Lagi-lagi –dan akan
terus lagi-lagi, Sehun yang masuk ke kamar tersebut, ia mendapati gadis cantik
dengan rambut yang masih lembab sedang duduk bersila berselimutkan handuk
sambil memakan sarapannya. “Aku baru membelikanmu beberapa baju, aku tidak tahu
persisi berapa ukuran tubuhmu, jadi aku hanya mengira-ngira saja,” Jihyun
menerima sebuah kantung tas kertas berukuran cukup besar dengan brand nama pakaian yang terkenal di
Korea, ia membukanya dan melihat isinya sebentar, dan ia menemukan ada beberapa
pasang bra dan celana dalam di kantung tersebut, kemudian ia membalas tatapan
Sehun yang masih berdiri di tepi ranjang. “Umm...gomawo,” ucapnya pelan dengan
senyum tipis diujung bibirnya yang pecah, Sehun tersenyum membalas senyuman
kecil gadis itu. “Habiskan makananmu!” ujar Sehun kemudian menarik laci nakas
lampu di sebelah headboard ranjang.
Ia mengeluarkan beberapa strip obat
dan satu tube kecil berwarna puting
kekuningan, Jihyun mengernyit tapi beberapa detik kemudian ia memilih
melanjutkan sarapannya.
Jihyun
menatap leher putih Sehun yang berada tepat berada di depan matanya, kedua
tangannya mencengkram rok tebal yang membungkus pahanya yang sejak tadi
terekspos. Jari telunjuk kanan Sehun dengan lembut mengoleskan gel pengurang memar di bekas luka-luka
yang membengkak di wajahnya. “Bengkaknya hampir menghilang,” ucap Sehun
tiba-tiba membuat Jihyun mendongak hingga menyebabkan jari Sehun sedikit
mencoret ujung hidungnya, Sehun terkekeh tanpa suara kemudian mengelap krim bening
di hidung gadis tersebut. Jihyun menatap mata coklat Sehun yang sangat hangat
–warna coklat susu yang sangat mengagumkan. Pria itu membalas tatapan Jihyun
dengan senang hati, ia tersenyum saat dengan perlahan ia menarik lengan Jihyun
semakin mendekat. Jihyun tidak tahu kenapa ia mau menurut saat dengan perlahan
ia ditarik ke dalam pelukan orang ini, pokoknya ada sesuatu yang belum pernah
gadis itu rasakan selama eksistensinya di dunia ini. Sehun dengan penuh
perasaan mengelus rambut Jihyun yang mulai mengering, ia meletakkan pipinya di
puncak kepala gadis tersebut, ia memejamkan kedua matanya meresapi sebuah
dorongan besar dalam hatinya sejak malam kemarin. ‘Berhentilah dan tinggallah
bersamaku!’ desah Sehun dalam hati. Jihyun menutup kedua matanya mendengarkan
debaran jantung Sehun yang tak normal, jantungnya seolah berdetak 2 kali lebih
cepat dan lebih keras ketimbang jantung manusia dalam keadaan normal, Jihyun
tersenyum saat ia juga merasakan jantungnya ikut berdentam menggempur dadanya
dengan tak sabaran, rasanya sampai sakit. Ia hanya menyukai saat ada
tangan-tangan yang lembut mencoba membuatnya nyaman, ia rindu tangan-tangan
seperti sekarang ini; Jihyun rindu kedua orang tuanya yang sekarang entah ada
dimana.
[Jihyun’s POV]
Lengan pria ini mendekap kepalaku dengan sangat hat-hati,
seperti kepalaku terbuat dari kaca yang rapuh saja. Namun, aku menyukainya, aku
selalu tersiksa dengan tangan-tangan yang selalu berbuat kasar padaku. Entah
mengapa aku bisa begitu saja menghilangkan rasa benciku pada pria bernama Oh
ini, padahal baru kemarin malam ia hampir memperkosaku. Ada perasaan bahagia
menjalar seperti udara stagnan yang terhenti di paru-paruku yang sepertinya
macet untuk menyuplai oksigen. Dengan –sedikit ragu-ragu- perlahan aku
mengulurkan tanganku yang tadinya mencengkaram rok baruku menuju ujung kaos
yang tuan baruku kenakan. Bisa kurasakan tubuhnya semakin condong untuk
memelukku, aku merasa nyaman saat ini. Aku menghirup wangi tubuhnya yang sangat
enak, aromanya sangat menenangkan, seperti bau-bauan apel yang lembut dan
bau-bauan yang segar dengan sedikit aroma pedas. Aku tidak bisa menjabarkan
betapa enaknya bau parfum yang orang ini kenakan, aku hanya mampu menggantikan
selusin nama enak yang aku tidak ketahui namanya; frescia, coklat, air, roti panas... dan entah. Sadarlah aku bahwa
aku mulai mempunyai perasaan pada pria ini, mulanya aku hanya berpikir kalau ia
bersikap manis pada awalnya namun pada hari-hari selanjutnya setelah aku
benar-benar sembuh dari luka bengkak ini, ia akan mulai menyiksaku,
menjadikanku seutuhnya sebagai budaknya karena ia yang telah membeliku. Aku
berdigik memikirkan hal tersebut. Kusangka memang aku jatuh cinta, entahlah.
Tapi, ini semuanya sudah berakhir. Semuanya selesai. ‘Ini hanya topeng Goo
Jihyun!’ Dia akan menjadikanku budak! ‘Jangan pernah bermimpi bahwa majikanmu
akan mencintaimu Goo Jihyun! Kau hanya seorang gadis dan kau adalah seorang striptease!’. Batinku berkecamuk, lalu
kemudian aku menarik pelukannya dengan perlahan. Pria itu menatapku dan kami
tetap terdiam, “Maaf,” ucapku sepelan bisikan. “Ada apa?” tanyanya mengangkat
wajahku tetap dengan kehati-hatian, hatiku mencelos saat menatap matanya dan
mengingat bahwa dia tuanku, bukan kekasihku. Aku menggeleng lambat-lambat
kemudian menunduk. Tidak pernah aku bayangkan sebelumnya, ia mengecup dahiku
yang tertutup poni. “Tenanglah!” bisiknya menenangkan, ya benar. Aku memang
harus tenang, aku tidak boleh seperti ini, aku memang selalu ingin mati!
Mungkin dengan menjadi budaknya yang akan selalu disiksa nantinya, aku akan
menemui ajalku lebih cepat dari yang pernah kubayangkan.
Kami –aku dan tuanku- berjalan bersisihan di taman
belakang rumahnya yang sangat luas, tempat ini cantik sekali! Ada banyak jenis
tanaman yang tak aku ketahui namanya. Jalanannya sebagian besar dari semen,
namun di pinggir pintu masuk menggunakan lantai tatami. Ini musim gugur,
sehingga menyebabkan pohon-pohon maple
dan oak di taman tersebut menguning dan mulai berguguran. Aku berjalansedikit
di belakangnya. Kenapa? Aku budaknya bukan? “Nona,” tegur pria itu menghentikan
langkahnya di tepi kolam ikan. “Ne?” jawabku. “Siapa namamu?” tanyanya
melanjutkan langkahnya, akupun mengikutinya. “Goo...Jihyun” jawabku sambil
mengikuti langkahnya yang pelan-pelan, aku bisa melihat ia tersenyum. “Goo Jihyun”
ulangnya sambil menggumam. Samar-samar aku mendengar suara cicitan beberapa
ekor burung di samping lampu taman, sedikit berlari aku mendekati kandang
burung tersebut.2 ekor burung dengan bulu yang sangat cantik itu mencicit
semakin keras saat kami dekati. Aku tidak tahu mengapa, tapi saat aku melihat
burung-burung tersebut aku melihat diriku sendiri berada di posisi mereka.
Mereka terkekang! “Cantik sekali mereka” Sehun tertawa pelan mendengarnya,
mungkin ia menganggapku aneh, 2 burung tersebut sebenarnya burung dari Korea
hanya saja, aku sangat menyukai burung itu. “Narcissus Flycatcher,” ucap Sehun dan aku hanya mengangguk paham.
“Kenapa...kau memeliharanya?” tanyaku ingin tahu, jariku mencengkram besi
kandang tersebut. Ia menatapku lama sekali dan belum juga menjawab, “Aku
menyukainya,” jawabnya dengan nada yang aneh, aku menatapnya. Ia melanjutkan
perkataannya, “Aku memelihara sesuatu karena aku menyukainya,” dengan kelu
kulurskan jari-jari yang mencengkram besi kandang burung cantik tersebut, entah
pikiran darimana, perkataannya seolah ditujukan padaku. Aku meneguk liurku
dengan kaku. “Umm...tapi...tidak seharusnya. Tidak seharusnya kau...mengurung
mengurung mereka...seperti ini...” ia menatap 2 burung yang sepertinya
meloncat-loncat menyetujui ucapanku barusan. Pikiran itu nyaris membuatku
tersenyum, bebas. Lima huruf itu mewakili banyak gairah, bebas hidup, bebas
melakukan, bebas segala-galanya. “Hm...” hanya itu yang keluar sebagai jawaban
pria ini, aku menatapnya bingung tapi dia masih memandangi burung piaraannya
tersebut. Hanya satu detik berlalu
kemudian ia menoleh memandangiku. “Kenapa kau mengatakannya?” bisiknya, aku
mengerjap mencari ekspresi yang pas untuk kondisiku sekarang, aku juga bingung
kenapa mengatakan saran tadi. Akhirnya... “Aku...seperti mereka,” dan hening
lagi. Aku ingin menjerit, tapi tidak sanggup. “Dikurung itu sangat menyiksa,
aku bisa tahu karena aku pernah merasakannya.” Ia tetap terdiam memandangiku,
kuberanikan bercerita. “Walaupun mereka hanya burung, tapi mereka makhluk
hidup. Aku tahu betapa tersiksanya harus terkekang seperti mereka, mereka ingin
bebas Tuan! Mereka ingin seperti burung-burung yang lainnya, mereka ingin
mencari kebahagiaan mereka sendiri. Biarkan...biarkan...mereka bebas...kumohon!
Tuan...” Pria di sampingku tetap terdiam walau aku sudah mengatakan sesuatu
yang langsung terpikir untuk aku ungkapkan. Aku menggambarkan burung tersebut
adalah diriku sendiri yang menginginkan kebahagiaan. Kini rasanya bagai lelucon
saja saat Tuan muda ini tertawa pelan. “Jihyun,” ucapnya lambat-lambat,
tangannya terulur untuk membuka kancing sangkar besi kotak tersebut.
Burung-burung tersebut menggelepar saat tangan pria ini mencoba menangkapnya.
Geleparan mereka sama seperti rontaanku pada saat ada pria yang mencoba meniduriku,
seluruh eksistensiku tidak bisa mengalahkan beratnya siksaan macam itu. Ia
memberikan padaku seekor burung yang tubuhnya lebih besar ketimbang yang
dipegang olehnya, pikirku burung ditanganku adalah pejantan. Angin musim gugur
berdesir, “Terbangkan!” perintahnya dengan suara tersenyum. “Mwo?” tanyaku tak
percaya, tapi ia menatapku dengan senyuman yang sangat aku sukai itu. Anggukan
meyakinkan darinya membuatku akhirnya melonggarkan genggamanku pada tubuh Narcissus tersebut. Secepat angin
menghembus, secepat itu pulalah burung berbulu kuning tersebut mengepakkan
kedua sayapnya lebar-lebar kemudian terbang setinggi-tingginya. Tapi, tidak
dengan pria di sampingku, burungnya masih di genggamannya membuat kepala burung
itu bergerak-gerak gelisah –tak sabar ingin lepas dari kungkungannya. Ia
tersenyum lembut padaku sebelum akhirnya ia bicara. “Jihyun,” aku mendengarkan
dengan seksama ucapannya yang selembut beledu itu. Dadaku bergemuruh
mendengarkan suaranya yang bagai genta angin, ada secercah perasan gembira di
setiap huruf yang dia lafalkan. Aku mengerjap. Dan kemudian –Oh! “Biarkan aku
membebaskanmu.” Jantungku meloncat, berpacu bagai akan meledak. Pria itu
langsung memelukku dengan sangat lembut satu detik setelah dia benar-benar
melepaskan si burung betina. “Berhenti dan tinggallah denganku.” Tanpa bisa aku
cegah, air mataku jatuh di bahunya. Benar, aku sangat mencintainya. Tidak!
Tidak! Kami... saling mencintai.
TBC
bagus sekali ceritanya keren
BalasHapusberita korut terbaru